Review kamera DSLR Canon EOS 1100D
Kali ini saya
membuat review untuk DSLR pemula yang populer yaitu Canon EOS 1100D(Digital Rebel T3). Kamera seharga 4,5 juta plus lensa kit EF-S 18-55mm IS ini adalah penerus dari EOS 1000D yang penjualannya sukses di masa lalu,
dengan segmentasi utama adalah kalangan budget minded yang mencari
kamera simpel, bagus namun terjangkau. EOS 1100D ini dihadirkan untuk menjadi
kompetitor seperti Nikon D3100, Pentax K-r maupun Sony A390. Seperti apa review
yang saya buat terhadap si mungil ini?
Pendahuluan
Canon
menerapkan strategi yang agak unik dalam melakukan segmentasi produk DSLR
mereka. Bila dulu kita menganggap EOS tiga digit (350D, 400D, 450D dst) adalah
kamera pemula, maka kini EOS empat digitlah yang jadi DSLR kelas basic dari Canon yang sesungguhnya. Bila tiga tahun lalu EOS 1000D didesain
begitu basic dan sederhana, kini pada penerusnya yaitu 1100D terdapat sejumlah
peningkatan seperti resolusi sensor, jumlah titik AF, modul metering, prosesor
dan yang terpenting adalah HD movie. Beberapa fitur dari 1100D pun tampak
overlap dengan 550D/600D dalam arti banyak kemiripan fitur antara kamera kelas
basic (empat digit) dengan Canon kelas tiga digit. Maka itu wajar kalau saya
memprediksi EOS 1100D bakal mengulang sukses dengan meraih penjualan yang
tinggi, terutama bila kita tidak terlalu membutuhkan segala kelebihan yang ada
di EOS tiga digit.
Mari kita
simak apa yang ditawarkan oleh DSLR basic ini :
- sensor CMOS 12 MP
- prosesor Digic IV
- kemampuan merekam HD
movie 720p
- kemampuan metering
dengan 63 zone (fokus, warna dan luminance)
- memakai modul AF
dengan 9 titik (satu yang ditengah cross
type)
- mencapai ISO 6400
- kecepatan burst 3
fps
- LCD 2,7 inci, resolusi
230 ribu piksel
- HDMI out
- dijual bersama lensa
kit 18-55mm IS mark II
Not bad kan? Bila dibanding dengan EOS 600D, maka perbedaannya hanya di megapiksel
(12 MP vs 18 MP), resolusi HD video (720p vx 1080p) dan sedikit lebih cepat (3
fps vs 3,7 fps). Selain itu 600D punya layar LCD resolusi tinggi yang bisa
dilipat dan bisa mentrigger lampu kilat
eksternal secarawireless. Namun keduanya sama dalam hal desain (termasuk pentamirror dan bodi plastik), modul AF 9 titik, modul metering 63 zone (yang persis
sama seperti di EOS 7D) dan ISO 6400.
Tinjauan fisik
Kita mulai saja. Bodi EOS 1100D
terbuat dari bahan plastik dengan permukaan yang terlalu halus tanpa tekstur,
agak terkesan murahan. Gripnya pun akan terasa agak kecil terutama bagi orang
yang bertangan agak besar seperti saya, tapi mungkin akan terasa pas bila yang
menggenggam adalah kaum wanita
Desain secara umum 1100D relatif tipikal EOS pemula dengan area atas
terdapat tombol ON-OFF, satu roda putar untuk mengatur eksposur, satu mode dial
dan satu tombol untuk menyalakan flash. Semuanya terkonsentrasi di sebelah
kanan sehingga mudah dijangkau jari telunjuk kanan. Saya pribadi tidak menyukai
desain roda pengaturan eksposur yang diputar dengan jari telunjuk seperti pada
semua DSLR Canon. Mode dial sendiri tersusun atas manual exposure seperti P,
TV, AV, M dan A-DEP, serta berbagai scene mode seperti flash
off, Creative Auto, Potrait, Landscape dan Movie. Kotak hijau adalah AUTO yang
benar-benar otomatis termasuk pengaturan ISO dan lampu kilat. Tidak ada user
preset setting di mode dial EOS 1100D, mengingat kamera ini bukan ditujukan
untuk kalangan pro. Flash
hot shoe berada di tengah dan diapit oleh
built-in flash yang sudah mendukung E TTL-II.
Pada bagian
depan terdapat mount logam untuk tempat memasang lensa, dengan dua titik warna yaitu putih
(untuk lensa EF-S) dan merah (untuk lensa EF). Jadi EOS 1100D kompatibel dengan
lensa Canon apapun, baik EF maupun EF-S. Di dalamnya tampak cermin yang
menutupi sensor dan beberapa pin kontak data untuk lensa. Tidak ada sistem
pembersih debu di EOS 1100D, untuk membersihkan debu anda perlu masuk ke menu
untuk mengangkat cermin dan membersihkan debu secara manual. Di sebelah mount lensa ada lampu untuk mengurangi mata merah akibat kena cahaya lampu kilat,
dan sebuah microphonemono diatas logo EOS 1100D yang berfungsi untuk merekam suara saat mode
movie.
EOS 1100D
dibekali dengan lensa kit EF-S 18-55mm f/3.5-5.6 IS. Lensa dengan mount plastik ini punya diameter filter 58mm dan sudah dilengkapi dengan peredam
getar (stabilizer). Pada bagian kiri terdapat dua tuas, yaitu tuas Auto atau Manual fokus
(AF-MF) dan satu lagi tuas untuk mengaktifkan stabilizer. Akibat sensor APS-C dengan crop factor 1,6x maka
lensa kit ini akan memiliki fokal setara dengan 29-88mm yang sudah mencukupi
untuk kebutuhan sehari-hari. Ring manual fokus terdapat di paling depan lensa
dan ikut berputar saat kamera mencari fokus, tipikal lensa kit murah meriah
pada umumnya, singkat kata lensa ini tidak nyaman dipakai untuk manual fokus.
Pada bagian belakang, tempat dimana berbagai tombol penting dan layar LCD,
tertata dengan cukup apik. Sayangnya desain sebagian besar tombol terlalu
sejajar dengan bodi membuatnya sulit ditekan (menurut saya tombol di 1000D dulu
malah lebih enak ditekan). Pada EOS 1100D terdapat tombol penting untuk
mengakses menu cepat yaitu tombol ‘Q’ (Quick Menu) dan ada juga tombol dengan titik merah
untuk Live view (yang juga
berfungsi untuk memulai dan mengakhiri perekaman video). Kabar baiknya, Canon
sejak dulu selalu memberi dua fungsi pada tombol panah empat arahnya. Jadi
tombol panah atas juga berfungsi untuk jalan pintas mengganti ISO, tombol panah
kanan untuk mengganti mode AF, tombol panah bawah untuk mengganti pilihan WB
dan tombol panah kiri untuk pilihan berbagai drive mode. Suatu manfaat yang besar mengingat EOS
1100D sebenarnya ditujukan buat pemula. Jendela bidik optik pada EOS 1100D
punya cakupan 95% dan pembesaran 0,8 kali, tentu saja bukan yang terbaik namun
cukup terang untuk dilihat. Terdapat roda kecil pengatur diopter untuk
menyesuaikan fokus jendela bidik bagi mereka yang berkaca mata. Sayangnya tidak
ada sensor yang mendeteksi saat kita mengintip di jendela bidik, sehingga LCD
akan tetap menyala saat mata kita menempel di jendela.
Di bagian
bawah terdapat dudukan tripod dari logam yang posisinya sejajar dengan lensa.
Ada juga info mengenai serial number dan tulisan kalau kamera ini dibuat di
Taiwan. Penempatan baterai LP-E10 danmemory card terdapat di bagian bawah dengan pintu yang sama, sementara pintu samping
bila dibuka akan menampakkan port untuk remote, port HDMI dan port USB. Anda
mencari port untuk mic eksternal? Sori, tidak ada..
Tampilan di
layar untuk Quick
Menu akan nampak seperti ini :
Dari info di
layar bisa diketahui dengan cepat mode yang sedang dipakai, nilai shutter,
bukaan, ISO dsb. Terdapat juga informasi sisa baterai dan berapa foto yang
masih bisa diambil dengan memori yang ada. Bila mode dial diputar ke mode Creative Auto akan tampil seperti ini :
Mode ini
menjadi ciri dari DSLR pemula, dimaksudkan untuk memudahkan yang belum mengerti
bagaimana cara membuat latar menjadi blur dan sebagainya. Di Nikon D3100
terdapat Guide
Modeyang relatif sama seperti ini.
Kinerja
Kamera EOS
1100D bukan didesain untuk bekerja cepat. Namun ternyata waktu yang dibutuhkan
untukstart-up, shutter lag, shot-to-shot dan mencari fokus saya rasakan sudah cukup cepat. Saya menguji fokus kamera
ini dengan lensa kit dan lensa 50mm f/1.8 yang sayangnya keduanya kebetulan
bukan bertipe USM, sehingga tentu kecepatan fokusnya tidak akan terlalu cepat.
Suara dari motor lensa yang sedang mencari fokus juga terdengar keras, namun
akurasi fokusnya tetap terjaga berkat modul 9 titik AF yang dipakainya. Kita
bisa mengganti mode AF dari Auto ke manual selection dengan menekan tombol AF
dengan jempol kanan (tombolnya ada disebelah kanan tombol bintang). Sebagai
info, di jendela bidik juga bisa dilihat 9 titik AF dan akan menyala merah bila
aktif.
Untuk mode
fokus yang disediakan sama saja seperti DSLR Canon lain yaitu terdapat mode ONE SHOT (benda diam), AI FOCUS dan AI
SERVO yang untuk benda bergerak. Saat memakai mode AI SERVO, tombol rana harus
tetap ditekan supaya kamera bisa terus mencari fokus. Saya rasakan kecepatan
dan ketepatan AI SERVO ini lumayan baik saat mencari benda bergerak, meski bila
memakai lensa USM pasti akan terasa lebih baik lagi.
EOS 1100D
tidak menyediakan fitur spot metering, karena di pilihan mode metering hanya
tersedia tiga mode yaitu Evaluative, Center Weighted dan Partial. Sebagai default untuk kebanyakan kondisi pemotretan bisa dipakai mode
yang Evaluative, namun untuk kondisi pencahayaan yang lebih kontras bisa pakai mode lain.
Dipakainya
sensor CMOS 12 MP dipadu dengan prosesor Digic IV membuat EOS 1100D ini punya
kemampuan ISO tinggi yang mengesankan, bahkan pada ISO 6400 sekalipun noisenya
masih relatif terjaga dan reproduksi warnanya pun tidak terlalu meleset. ISO
6400 adalah ISO maksimal untuk EOS 1100D, tidak ada pengaturan ISO expansion di Custom
Function. Untuk hasil terbaik dari ISO tinggi di
kamera ini bisa memakai file RAW lalu diolah sendiri di komputer untuk
mengurangi noisenya.
Live-view saat mode foto :
Live-view saat mode movie :
Bagi yang
belum terbiasa memakai DSLR, akan merasa agak aneh bila membidik melalui
jendela bidik. Untuk itu kamera DSLR modern sudah menyediakan fasilitas live-view, termasuk EOS 1100D. Bila tombol live-view ditekan, terdengar suara cermin terangkat sebagai tanda kamera memasuki
mode live-view, selanjutnya layar LCD akan menampilkan gambar preview layaknya
kamera non DSLR. Kinerja kamera saat live-view juga sudah
baik, layar menampilkan preview dengan warna akurat dan tidak kedodoran saat kamera digerakkan. EOS 1100D
bahkan bisa menampilkan histogram di pojok kanan atas. Mode auto fokus saat live-view dan saat merekam movie ada tiga pilihan, yaitu deteksi kontras (AF
Live), deteksi wajah dan deteksi fasa dengan 9 titik AF (yang terakhir ini
paling cepat mengunci fokus namun akan LCD gelap sejenak). Dengan deteksi
kontras, kita bisa menggerakkan kotak auto fokus yang berada di tengah ke mana
saja di bidang foto dengan menekan tombol empat arah. Begitu tombol rana
ditekan setengah, kamera perlu 2-3 detik untuk mengunci fokus. Cukup lama
memang, bahkan akan semakin parah bila kondisi cahaya kurang atau memotret
sesuatu yang minim kontras. Maka itu gunakan mode ini hanya untuk memotret
benda yang tidak bergerak, cukup cahaya dan cukup kontras. Kamera akan
meninggalkan mode live-view bila dalam waktu tertentu tidak ada operasi apapun (sekitar 5 detik),
guna mencegah sensor menjadi terlalu panas.
Tidak ada
pilihan lain untuk resolusi video selain HD movie 1280 x 720 piksel. Pilihannya
hanya apakah kita mau memakai 30 fps atau 25 fps saja. Dengan menekan
tombol live-view saat mode dial dalam posisi Movie, maka kamera akan mulai merekam video.
Tampilan di layar akan berubah menjadi format 16:9 dalam mode rekam video
sesuai format HD video. Picture
Style dan Auto Lighting Optimizer juga bisa
diaplikasikan pada saat merekam video, meski sayangnya tidak ada pengaturan
manual eksposur pada saat merekam video, bahkan ISO pun tidak bisa diganti
(hanya ada kompensasi dan penguncian eksposur saja). Selain itu tidak ada continuos focus saat merekam
video, kamera hanya mencari fokus sekali saat awal merekam, lalu bila ingin
merubah fokus maka hanya bisa lewat manual fokus dengan memutar ring di lensa,
atau menekan tombol rana (namun fitur ini perlu di enable dulu di menu).
Dengan
menekan tombol playback (bentuknya segitiga berwarna biru) akan masuk ke hasil foto atau video di
kartu memori. Dengan menekan tombol info akan ditampilkan berbagai informasi di
layar mengenai parameter foto seperti histogram dan data lainnya seperti gambar
di atas. Meski EOS 1100D tergolong kamera pemula, informasi di layar sangat
lengkap termasuk RGB histogram pun ada. Sayangnya seperti biasa, Canon tidak
menyediakan informasi berapa fokal lensa yang dipakai pada setiap fotonya
Hasil foto JPG
Baiklah, yang terakhir kita lihat
contoh foto yang diambil dengan berbagai nilai ISO untuk melihat kemampuan ISO
tinggi dari kamera ini. Saya tidak mencoba ISO 100 dan 200. Klik pada foto
untuk melihat ukuran yang lebih besar (1000 x 600 piksel).
Kesimpulan
Sebagai penutup, kesan saya terhadap kamera ini cukup memuaskan
terutama dalam hal kualitas hasil foto dan ISO tingginya. Ditunjang dengan
sensor CMOS 12 MP dan Digic 4 yang mumpuni, soal hasil foto tentu sudah tidak
diragukan. Untuk hasil foto terbaik tinggal mencari lensa yang lebih baik,
memotret memakai RAW atau memaksimalkan Picture Style saja.
Dengan harga 4,5 juta saat ini, sebuah DSLR modern dengan lensa kit IS, bisa HD
movie dan punya 9 titik AF tentu sudah tergolongbest buy. Apalagi beragam lensa EF, EF-S dan merk 3rd
party (Sigma, Tokina dsb) dengan Canonmount bisa
dipakai semuanya tanpa kuatir masalah kompatibilitas auto fokus. Titik lemah
kamera ini ada pada hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan foto yang
dihasilkan, misal material bodi yang tidak semantap EOS diatasnya, layar LCD
yang kurang besar dan kurang detil serta ada beberapa fitur yang dihilangkan
(spot metering, anti debu, manual eksposur saat merekam video). Selain ituburst kamera ini cuma 3 fps yang masih dirasa kurang
cepat.
Kamera ini cocok untuk
anda yang : masih pemula, sedang belajar fotografi, sekedar untuk foto/video
keluarga, sekedar hobi saja, tidak puas dengan hasil foto kamera sensor kecil,
atau yang perlu kamera untuk kuliah fotografi.
Kamera ini kurang cocok untuk
anda yang : enthusiast (serius
menekuni fotografi untuk profesi), sering memotret outdoor dengan cuaca yang
tak menentu (hujan, debu dsb), sering memotret sport/action/jurnalis,
menjadikan DSLR untuk membuat klip video komersil, perlu banyak efek digital di
kamera, atau yang sering memotret dengan ISO diatas 6400.
Sumber :dunia
digital.com
No comments:
Post a Comment