Tuesday, June 26, 2012

RAW vs JPG?


RAW vs JPG?
Kalau kita bertanya kepada fotografer profesional, hampir semua menyarankan untuk mengambil foto dalam format RAW, terutama yang memiliki dSLR atau kamera kompak yang memiliki kemampuan merekam file jenis RAW.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa RAW adalah raja. Bahkan kamera digital yang mampu merekam RAW seperti Canon G9, G10, Panasonic LX3,  laris manis meski di bandrol dengan harga jauh lebih tinggi dari kamera kompak yang tidak bisa merekam dalam bentuk RAW.

Lalu, apakah sih RAW itu? dan mengapa begitu digandrungi?
Sederhananya, RAW adalah jenis file foto yang belum diproses oleh software khusus di dalam kamera. Jadinya, RAW file berisi semua yang ditangkap oleh sensor kamera.

Sedangkan file foto jenis JPG adalah hasil proses dalam kamera yang meliputi  optimisasi kontras, warna, ketajaman gambar, proses untuk mengurangi noise, kompresi ukuran file dan proses lainnya yang bertujuan untuk mengoptimalisasikan gambar sesuai setting kamera.

Lalu kelebihannya RAW itu apa?
Kelebihan RAW yaitu file ini berisi banyak informasi tentang foto tersebut seperti warna, dynamic range, dan sebagainya. Dengan memiliki foto RAW maka kita bisa leluasa memproses gambar sesuai dengan apa yang kita kehendaki tanpa mengurangi kualitas foto.

Menurut pengalaman saya, memotret RAW, memiliki beberapa kelebihan penting: Kalau kita salah setting dan berakibat foto terlalu gelap, maka dengan mengedit RAW, maka kita bisa mengkoreksi foto tersebut dengan meningkatkan exposure dan brightness, tanpa mengurangi kualitas foto secara signifikan. Kalau kita mengolah foto JPG/JPEG, tentunya kualitas foto menjadi lebih buruk, ditandai dengan banyaknya noise atau hilangnya detail.

Selain itu, kita juga bisa mengubah setting white balance (WB) misalnya mengubah foto yang berwarna terlalu dingin (kebiruan) menjadi lebih hangat (kuning kemerahan). Di foto berjenis JPG, kualitas foto akan menurun cukup drastis bila kita mengubah white balance.

Dan masih banyak yang lain, maka dari itu para profesional atau amatir yang serius selalu foto dengan setting RAW.

Tapi, sekarang ini semakin banyak yang mungkin akan berpindah mengambil foto bertipe JPG. Kenapa?

Pertama, RAW mengambil tempat penyimpanan yang besar baik di memory card maupun di harddisk. Contohnya 1 card berkapasitas 4GB, bisa menampung sekitar 500+ foto JPG tapi hanya bisa menampung sekitar 150+ foto RAW. Hal ini diperparah dengan adu megapiksel antar merek kamera terutama tahun-tahun terakhir ini. Canon 50D dan 500D misalnya, bisa merekam 15 megapiksel, Sony A900 = 24 megapiksel. WHOAA.. 10 tahun lalu 3 megapiksel saja sudah tergolong besar.

Kedua, RAW memperlambat proses kamera karena ukurannya yang besar. Otomatis bila Anda mengambil foto olahraga atau fauna liar dengan continuous burst (mengambil foto berturut-turut) maka dalam beberapa detik saja, kamera Anda akan menjadi macet karena besarnya data yang masuk membuat penyimpanan kamera dan memory card menjadi penuh.

Ketiga, Adanya software seperti Adobe Photoshop dan Adobe Lightroom yang menyediakan fasilitas edit RAW untuk file tipe JPG. software dengan algoritma yang semakin mantap ini tidak hanya membuat pengeditan file JPG menjadi lebih mudah, tapi juga kualitas foto tidak menurun secara signifikan.

Keempat, kamera digital yang dirilis 1 tahun belakangan memiliki fasilitas pemrosesan JPG yang lebih baik dan komprehensif. Kita juga memiliki sedikit kontrol atas pemrosesan tersebut, contohnya picture style atau picture control memungkinkan pengguna untuk mengganti setting sesuai dengan selera masing-masing. Setting tersebut antara lain ketajaman foto, saturasi warna dan sebagainya.

Selain itu juga tidak kalah penting adalah kemampuan pemrosesan kamera untuk mengurangi noise (noise reduction atau NR) yang semakin baik. Noise bisa menjadi sangat mengganggu bila kita mengambil gambar dengan ISO tinggi ditempat yang gelap

Bila kita mengambil foto secara RAW, kita harus mengurangi noise dengan software tertentu seperti Noise Ninja atau software lainnya. Software pihak ketiga ini belum tentu bisa mengurangi noise foto secara optimal, sebaik proses dalam kamera.

Dengan berkembangnya kemampuan prosesor dan fitur kamera, tidak heran bahwa semakin banyak orang yang tadinya mengambil foto secara RAW kembali atau pindah ke JPG. Tapi tentunya RAW tetap saja suatu fitur yang penting.

Saran saya adalah ambillah foto secara RAW bila:

Anda adalah seorang control freak, selalu ingin mengolah foto sendiri, terutama warna dan eksposur.
Anda memotret di dalam situasi dimana intensitas cahaya dan warna sangat bervariasi. Situasi ni biasanya terjadi seperti pada konser musik, pesta, tari, teater dan sebagainya. Dengan mengambil RAW, kita bisa mengoreksi bila setting AWB pada kamera gagal menerjemahkan warna dan intensitas cahaya dengan benar.
Kamera dSLR Anda sudah cukup tua, sekitar 3-7 tahun yang lalu yang mana algoritma pemrosesan JPG masih kurang baik dan terbatas.
Anda memiliki media penyimpanan yang besar.
Saya menyarankan untuk mengambil foto secara JPG bila:

Anda tidak memiliki media penyimpanan dengan kapasitas besar (harddisk dan memory card)
Anda memiliki kamera dSLR terbaru (keluaran 1 tahun belakangan), yang mana algoritma pemrosesan kamera sangat baik dan Anda juga bisa mengatur bagaimana kamera memproses foto.
Anda mengambil foto dengan continuous burst 3 foto per detik atau lebih cepat lagi.
Semoga tips tips ini membantu saudara saudari sekalian.

No comments:

Post a Comment