Musthalahul Hadits
DAFTAR ISTILAH DALAM ILMU HADITS
Al-Adalah: Potensi (baik) yang dapat membawa pemiliknya kepada takwa, dan (menyebabkannya mampu) menghindari hal-hal tercela dan segala hal yang dapat merusak nama baik dalam pandangan orang banyak. Predikat ini dapat diraih seseorang dengan syarat-syarat: Islam, baligh, berakal sehat, takwa, dan meninggalkan hal-hal yang merusak nama baik.
Al-Jarh (at-Tajrih): Celaan yang dialamatkan pada rawi hadits yang dapat mengganggu (atau bahkan menghilangkan) bobot predikat “al- Adalah” dan “hafalan yang bagus”, dari dirinya.
Al-Jarh wa at-Ta’dil: Pernyataan adanya cela dan cacat, dan pernyataan adanya “al- Adalah” dan “hafalan yang bagus” pada seorang rawi hadits.
An’anah: Menyampaikan hadits kepada rawi lain dengan lafazh ’an (dari) yang mengisyaratkan bahwa dia tidak mendengar langsung dari syaikhnya. Ini menjadi illat suatu sanad hadits apabila digunakan oleh seorang rawi yang mudallis.
Ashhab As-Sunan: Para ulama penyusun kitab-kitab “Sunan” yaitu: Abu Dawud, at- Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Ash-Shahihain: Dua kitab shahih yaitu Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Asy-Syaikhain: Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
At-Ta’dil: Pernyataan adanya “al-Adalah” pada diri seorang rawi hadits.
At-Tashhif: Perubahan yang terjadi pada lafazh hadits yang dapat menyebabkan maknanya berubah.
Berdasarkan syarat mereka berdua: Maksudnya berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim.
Hadits Ahad: Hadits yang sanadnya tidak mencapai derajat mutawatir.
Hadits Dha’if: Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits maqbul (yang diterima dan dapat dijadikan hujjah), dengan hilangnya salah satu syarat-syaratnya.
Hadits Gharib: Hadits yang diriwayatkan sendirian oleh seorang rawi dalam salah satu periode rangkaian sanadnya.
Hadits Hasan: Hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan memiliki hafalan yang sedang-sedang saja (khafif adh-Dhabt) dari rawi yang semisalnya sampai akhir sanadnya, serta tidak syadz dan tidak pula memiliki illat.
Hadits Masyhur: Hadits yang memiliki jalan-jalan riwayat yang terbatas, lebih dari dua jalan, dan belum mencapai derajad mutawatir.
Hadits Matruk: Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh sebagai pendusta.
Hadits Maudhu’: Hadits dusta, palsu dan dibuat-buat yang dinisbatkan kepada Rasulullah.
Hadits Mudhtharib: Hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih dalam berbagai versi riwayat yang berbeda-beda, yang tidak dapat ditarjihkan dan tidak mungkin dipertemukan antara satu dengan lainnya. Mudhtharib: (guncang).
Hadits Mudraj: Hadits yang di dalamnya terdapat tambahan yang bukan darinya, baik dalam matan atau sanadnya.
Hadits Munkar: Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang dha’if dan riwayatnya bertentangan dengan riwayat para rawi tsiqah.
Hadits Mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang rawi dalam setiap tabaqah, sehingga mustahil mereka semua sepakat untuk berdusta.
Hadits Shahih: Hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan memiliki tamam adh-Dhabt (hafalan yang hebat) dari rawi yang semisalnya sampai akhir sanadnya, sehingga tidak syadz dan tidak pula memiliki illat.
I’dhal: Terputusnya rangkaian sanad hadits, dua orang atau lebih secara berurutan.
Idraj: Tambahan (sisipan) pada matan atau sanad hadits, yang bukan darinya.
Ihalah: Isyarat yang diberikan seorang mu’allif, berupa tempat yang perlu dirujuk berkaitan dengan hadits atau masalah bersangkutan.
Illat: Sebab yang samar yang terdapat di dalam hadits yang dapat merusak keshahihannya.
Inqitha’: Terputusnya rangkaian sanad. Dalam sanadnya terdapat inqitha’, artinya: dalam sanad itu ada rangkaian yang terputus.
Jahalah: Tidak diketahui secara pasti, yang berkaitan dengan identitas dan jati diri seorang rawi.
Jayyid: Baik
Layyin: Lemah
Lidzatihi: Pada dirinya (karena faktor internal). Misalnya: Shahih Lidzatihi, ialah hadits yang shahih berdasarkan persyaratan shahih yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal.
Lighairihi: Karena didukung yang lain (karena faktor eksternal). Misalnya: Shahih Lighairihi, ialah, hadits yang hakikatnya adalah hasan, dan karena didukung oleh hadits hasan yang lain, maka dia menjadi Shahih Lighairihi.
Majhul: Rawi yang tidak diriwayatkan darinya kecuali oleh seorang saja.
Majhul al-‘Adalah: Tidak diketahui kredibilitasnya.
Majhul al-‘Ain: Tidak diketahui identitasnya. Yaitu rawi yang tidak dikenal menuntut ilmu dan tidak dikenal oleh para ulama, bahkan termasuk di dalamnya adalah rawi yang tidak dikenal memiliki hadits kecuali dari seorang rawi.
Majhul al-Hal: Tidak diketahui jati dirinya.
Maqthu’: Riwayat yang disandarkan kepada tabi’in atau setelahnya, berupa ucapan, atau perbuatan, baik sanadnya bersambung atau tidak bersambung.
Marfu’: Yang disandarkan kepada Nabi baik ucapan, perbuatan, persetujuan (taqrir), atau sifat; baik sanadnya bersambung atau terputus.
Mauquf: (Riwayat) yang disandarkan kepada sahabat, baik perbuatan, ucapan atau taqrir. Atau, riwayat yang sanadnya hanya sampai kepada sahabat, dan tidak sampai kepada Nabi, baik sanadnya bersambung ataupun terputus.
Mu’allaq: (Hadits) yang sanadnya terbuang dari awal satu orang rawi atau lebih secara berturut-turut, bahkan sekalipun terbuang semuanya.
Mubham: Rawi yang tidak diketahui nama (identitas)nya.
Mudallis: Rawi yang melakukan tadlis.
Mu’dhal: Hadits yang di tengah sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang terbuang secara berturut-turut.
Munqathi’: Hadits yang di tengah sanadnya ada rawi yang terbuang, satu orang atau lebih, secara tidak berurutan.
Mursal: (Hadits) yang sanadnya terbuang dari akhir sanadnya, sebelum tabi’in. Gambarannya, adalah apabila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah bersabda,…” atau “Adalah Rasulullah melakukan ini dan itu…”.
Musnad: Hadits yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir.
Mutaba’ah: Hadits yang para perawinya ikut serta meriwayatkannya bersama para rawi suatu hadits gharib, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja; dari seorang sahabat yang sama.
Nakarah: Makna hadits yang bertentangan dengan makna riwayat yang lebih kuat. Bila dikatakan,”Dalam hadits tersebut terdapat “nakarah” artinya, di dalamnya terdapat penggalan kalimat atau kata yang maknanya bertentangan dengan riwayat yang shahih.
Rawi La Ba’sa Bihi (tidak mengapa): Rawi yang masuk dalam kategori tsiqah.
Rawi Matsur: Sama dengan Majhul al- Hal (Rawi yang tidak diketahui jati dirinya).
Rawi Matruk: Rawi yang dituduh berdusta, atau rawi yang banyak melakukan kekeliruan (sehingga riwayat riwayatnya bertentangan dengan riwayat riwayat rawi yang tsiqah, atau rawi yang seringkali meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dikenal dari rawi-rawi yang terkenal tsiqah. Kadang-kadang diungkapkan dengan, haditsnya matruk.
Rawi Mudhtharib: Rawi yang menyampaikan riwayat secara tidak akurat, di mana riwayat yang disampaikannya kepada rawi-rawi di bawahnya berbeda antara yang satu dengan lainnya, yang menyebabkan tidak dapat ditarjih; riwayat siapa yang mahfuzh (terjaga).
Rawi Mukhtalith: Rawi yang akalnya terganggu, yang menyebabkan hafalannya menjadi campur aduk dan ucapannya menjadi tidak teratur.
Rawi yang tidak dijadukan sebagai hujjah: Rawi yang haditsnya diriwayatkan dan ditulis tapi haditsnya tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dalil hujjah.
Saqith: Tidak berharga karena terlalu lemah (parahnya illat yang ada di dalamnya).
Syadz: Apa yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang pada hakikatnya kredibel, tetapi riwayatnya tersebut bertentangan dengan riwayat rawi yang lebih utama dan lebih kredibel dari dirinya. Lawan dari syadz adalah rajih (yang lebih kuat) dan sering diistilahkan dengan mahfuzh (terjaga).
Syahid: Hadits yang para rawinya ikut serta meriwayatkannya bersama para rawi suatu hadits, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja; dari sahabat yang berbeda.
Syawahid: Hadits-hadits pendukung, jamak dari kata syahid. Haditsnya layak dalam kapasitas syawahid, artinya, dapat diterima apabila ada hadits lain yang memperkuatnya, atau sebagai yang menguatkan hadits lain yang sederajat dengannya.
Tadh’if: Pernyataan bahwa hadits atau rawi bersangkutan dha’if (lemah).
Tadlis: Menyembunyikan cela (cacat) yang terdapat di dalam sanad hadits, dan membaguskannya secara zahir.
Tadlis at-Taswiyah ialah, seorang rawi meriwayatkan suatu hadits dari seorang rawi yang dha’if, yang menjadi perantara antara dua orang rawi tsiqah, di mana kedua orang yang tsiqah tersebut pernah bertemu (karena sempat hidup semasa), kemudian rawi (yang melakukan tadlis disebut mudallis) membuang atau menggugurkan rawi yang dha’if tersebut, dan menjadikan sanad hadits tersebut seakan antara dua orang yang tsiqah dan bersambung. Ini adalah jenis tadlis yang paling buruk. Dalam kitab ini seringkali muncul, fulan”melakukan tadlis bahkan tadlis taswiyah’, artinya rawi bersangkutan adalah seorang yang mudallis bahkan melakukan tadlis taswiyah.
Tahqiq: Penelitian secara seksama tentang suatu hadits, sehingga mencapai kebenaran yang paling tepat.
Tahsin: Pernyataan bahwa hadits bersangkutan adalah hasan.
Takhrij: Mengeluarkan suatu hadits dari sumber-sumbernya, berikut memberikan hukum atasnya; shahih atau dha’if.
Ta’liq: Komentar, atau penjelasan terhadap suatu potongan kalimat, atau derajat hadits dan sebagainya yang biasanya berbentuk catatan kaki.
Targhib: Anjuran, atau dorongan, atau balasan baik.
Tarhib: Ancaman, atau balasan buruk.
Tashhih: Pernyataan shahih.
Tsiqah: Kredibel, di mana pada diri seorang rawi terkumpul sifat al-Adalah dan adh-Dhabt (hafalan yang bagus).
sumber :
1. Taisir Mushthalah al-Hadits, Dr.Mahmud ath-Thahhan.
2. Manhaj an-Naqd Fi Ulum al-Hadits, Dr.Nuruddin Ithir.
3. Taujih al-Qari’ Ila al-Qawa’id Wa al- Fawa’id al-Ushuliyah Wa al- Haditsiyah Wa al- Isnadiyah Fi Fath al-Bari, al-Hafizh Tsanallah az-Zahidi.
4. Ar-Ra’fu Wa at-Takmil Fi al-Jarhi Wa at-Ta’dil, Abul Hasanat Muhammad bin Abdul Hayyi al-Kanawi al-hindi.
5. Ushul al-Hadits, Dr.Muhammad Ajjaj al-Khathib.
6. Program CD Harf-Musu’ah al-Hadits asy-Syarif.(Ar-Rajihi).